Iklan yang menyihir

Oleh Achmanto Mendatu
-
Seringkali kita dengar atau kita ucapkan sendiri kata-kata yang berasal dari iklan, misalnya "ayo jo, ayo jo?", sebuah kata-kata yang berasal dari iklan rokok Sampoerna Hijau. Lalu "bikin hidup lebih hidup", kalimat dari iklan rokok Star Mild. Dari iklan Sprite ada kalimat "kutahu yang kumau". Dan dari iklan sebuah merk shampo, pernah ada kata-kata yang begitu populer yakni "siapa takut!" Sedikit contoh diatas menggambarkan pada kita begitu populernya iklan-iklan tersebut.

Adakah pernah kita bertanya-tanya, mengapa iklan tertentu begitu populer dan disukai banyak orang? Atau juga bertanya mengapa iklan produk tertentu selalu menampilkan pola yang sama, misalnya iklan mobil selalu menampilkan model wanita cantik yang seksi? Masing-masing kita mungkin telah punya jawaban. Bisa saja jawaban kita itu sangat berbeda satu sama lain, tapi bisa juga sangat mirip.

Sebagai ilmu yang mempelajari perilaku dan proses mental, psikologi memberikan pula jawaban. Psikoanalisis sebagai salah satu mahzab utama dalam psikologi tidak ketinggalan memberikan perspektifnya. Kajian psikoanalisis terutama pada faktor motivasional: mengapa orang terdorong untuk lebih tertarik pada suatu iklan produk tertentu daripada yang lain? Fokus dari psikoanalisis adalah mengetahui motif-motif tak sadar seseorang tertarik pada suatu iklan. Akan kita lihat apakah jawaban masing-masing kita bersesuaian dengan jawaban dari psikologi, terutama dari perspektif psikoanalisis.

Iklan: ujung tombak Postmodernis

Bagaimana mempengaruhi konsumen untuk membeli produk adalah tema dasar dalam kajian mengenai iklan. Karenanya, kajian mengenai iklan tidak terlepas dari perspektif ekonomi. Iklan adalah ujung tombak modernisme-postmodernisme ekonomi yang dicirikan konsumerisme. Berbagai produk, barang ataupun jasa, dikenalkan, ditawarkan, dan 'dipaksakan' kepada masyarakat melalui iklan berbagai bentuk. Dalam ekonomi modern, produk dibuat untuk pemenuhan kebutuhan, misalnya mobil dibuat untuk memenuhi kebutuhan akan transportasi yang cepat. Berbeda dengan post-modernis yang mencipta produk dalam rangka menciptakan kebutuhan meskipun secara esensial mungkin tidak berguna. Misalkan produk mobil dibuat dan didorong menjadi kebutuhan setiap orang karena menandakan status sosial yang tinggi atau penanda kesuksesan, walaupun sesungguhnya kurang diperlukan. Atau yang trend pada dekade ini adalah HP. Alat komunikasi yang satu ini telah menjadi kebutuhan setiap orang, meski jelas tidak setiap orang benar-benar memerlukannya.

Dalam konteks post-modernisme, kebutuhan muncul ketika produk tercipta, bukannya produk tercipta untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan akan liburan ke luar kota pada akhir pekan muncul karena adanya mobil. Demikian juga kebutuhan untuk perjalanan jauh dan cepat timbul sesudah adanya mobil. Akibatnya mobil pun menjadi kebutuhan karena untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diciptakan oleh adanya mobil itu sendiri. Kasus yang sama terjadi pada HP. Terciptanya HP mendorong munculnya kebutuhan akan komunikasi yang cepat. Lalu HP dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan komunikasi itu, maka jadilah HP sebagai sebuah kebutuhan.

Iklan memiliki andil paling besar didalam penciptaan mobil dan HP serta ribuan produk lain sebagai kebutuhan. Tentu saja, iklan tidak mungkin mampu memotivasi seseorang untuk membeli produk yang diiklankan kecuali mereka percaya bahwa produk tersebut bisa memuaskan kebutuhan mereka. Baik kepuasan dengan sebab-sebab yang disadari ataupun tidak. Sumber kepuasan yang disadari dalam iklan mobil misalnya karena aman, irit bahan bakar, perawatan mudah dan ada garansi atas kerusakan. Untuk sumber kepuasan yang tidak disadari rupa-rupanya psikoanalisis berperan dibalik penciptaan iklan-iklannya. Iklan mobil selalu dibarengi model perempuan cantik dan sensual. Maksudnya adalah membangkitkan hasrat libido laki-laki, karena mobil, terutama mobil sport merupakan pengganti yang memuaskan atas dorongan seksual bagi banyak laki-laki. Untuk jenis mobil penjelajah, lelaki yang membelinya melihatnya sebagai pengganti kekasih. Maka wajar, iklan-iklan mobil menyertakan model wanita seksi karena mempertegas hasrat pembeli laki-laki.

Iklan yang Menyihir: Simbolisme dalam Iklan

Seseorang memilih iklan tertentu sebagai simbol dari dorongan bawah sadar. Ada semacam dorongan untuk menyukai satu jenis iklan tertentu tanpa bisa dijelaskan mengapa demikian. Iklan seperti menyihir kita untuk suka atau tidak suka tanpa kita sadari. Serupa seperti kita mencintai seseorang tapi tidak tahu alasan mengapa bisa mencintai. Suatu iklan bisa populer dan lebih mudah mengendap dalam ingatan seseorang, menurut psikoanalisa setidaknya karena tiga faktor yaitu faktor kepribadian pengamat, faktor lelucon dalam iklan, dan faktor simbolik dalam iklan.

Faktor Lelucon dalam iklan

Iklan tertentu sangat populer dibandingkan yang lain, terutama iklan-iklan yang berbentuk lelucon. Iklan jenis inilah yang paling banyak dijadikan plesetan dalam bahasa sehari-hari. Iklan Sampoerna Hijau dengan gang ijonya yang menampilkan tayangan-tayangan yang lucu, lebih populer daripada iklan lain yang tidak berbentuk lelucon. Di Amerika Utara dan Inggris ada acara televisi yang sangat populer, yakni commercial breakdown (juga ditayangkan di TPI) yang berupa program penayangan iklan-iklan lucu dari seluruh dunia. Menurut perspektif psikoanalisa, hal itu merupakan kewajaran belaka. Menurut Freud dan Lacan, para tokoh psikoanalisis, lelucon merupakan fenomena bawah sadar, yang merupakan produk dari bahasa dalam ketidaksadaran. Pemunculan-pemunculan lelucon akan menjadi daya tarik kuat perhatian seseorang karena merupakan perwujudan dari ketidaksadaran.

Faktor kepribadian

Menurut Karen Horney (salah seorang tokoh aliran neofreudian) ada tiga pola reaksi seseorang bereaksi terhadap lingkungan yang berpengaruh terhadap kesukaan seseorang terhadap iklan dan produknya. Pertama, compliant, yaitu bergerak mendekati orang lain. Kedua, detached, menjauhi orang lain. Dan ketiga, aggresive, yaitu bergerak melawan orang lain. Ketiga tipe itu menyebabkan perbedaan dalam menyukai iklan tertentu dan produknya. Orang bertipe agresif lebih mungkin untuk menyukai iklan yang menyimbolkan maskulinitas semisal iklan rokok djarum, yang berupa petualangan-petualangan menantang. Orang detached lebih menyukai iklan yang menyimbolkan ketenangan, contohnya iklan Natur-e yang mengambil setting di bawah lindungan pohon-pohon besar. Sedangkan orang compliant lebih menyukai iklan-iklan yang berorientasi merk (name-brand product), seperti misal iklan-iklan parfum yang sangat menekankan pada merk.

Faktor Simbolik dalam iklan

Aplikasi terbesar dari psikoanalisa terhadap kajian mengenai iklan/pemasaran terutama berhubungan dengan seksualitas produk. Laki-laki akan lebih tertarik pada orietasi simboliknya, yang disebut juga simbol phalik, yaitu daya tarik terhadap wanita yang bisa dimanifestasikan dalam simbol-simbol benda. Sebagai contoh mobil sport merupakan pengganti dorongan seksual yang memuaskan bagi banyak laki-laki. Salah satu alasannya karena bodi mobil sport sangat seksi, dan merupakan perwujudan dari bodi seksi wanita. Lalu seorang laki-laki yang membeli mobil penjelajah melihatnya sebagai pengganti kekasih, salah satu alasannya karena mobil jenis ini bisa dibawa kemanapun dalam medan seberat apapun, halmana menyimbolkan kesetiaan seorang kekasih. Seorang calon pembeli juga merasakan kemerdekaan dan kekuasaan ketika berdiri didekat roda mobil, hal ini karena mobil menyimbolkan kemerdekaan dan kekuasaan melalui kebebasan pengemudi untuk mengendarai kemanapun sesuka hati.

Ada banyak simbol-simbol lain dalam iklan yang kemudian disukai atau tidak disukai konsumen karena menyimbolkan sesuatu yang memuaskan atau tidak memuaskan mereka. Wanita lebih suka sayuran dan menghindari daging karena menimbulkan perasaan yang berasosioasi dengan kekejaman pembunuhan terhadap binatang. Karenanya iklan-iklan produk daging sangat dianjurkan untuk tidak menampilkan gambar binatang. Laki-laki tidak menyukai perjalanan udara karena kekhawatiran akan bahaya dari perjalanan itu (jatuh) karena kekhawatiran bahwa istri mereka akan menjadi janda. Menurut psikoanalisis, strategi iklan untuk perjalanan udara adalah penekanan pada singkatnya waktu perjalanan karena akan mengurangi kekhawatiran akibat lamanya penerbangan.

Iklan rokok banyak menampilkan sisi maskulinitas seperti tergambar dalam adu keberanian melalui petualangan-petualangan. Beberapa contoh misalnya iklan rokok djarum, marlboro, Djarum coklat, atau Dji sam soe. Maka akibatnya laki-laki ingin merokok sampai berbau untuk membuktikan maskulinitasnya. Psikoanalisis juga beranggapan kebiasaan merokok merupakan kelanjutan dari fase oral pada manusia yang tidak terpuaskan. Merokok dianggap merupakan versi dewasa dari kebiasaan menghisap jari.

Iklan yang seksis

Banyak sekali kajian mengenai iklan yang berkaitan dengan persoalan gender. Misalnya saja iklan produk pemutih tertentu dinilai sangat merendahkana perempuan.. Menurut Jacques Lacan, citra, baik verbal maupun visual, mempunyai pengaruh yang besar pada pembentukan rangsangan hasrat bagi orang yang melihat. Dalam hal ini, citra tubuh perempuan memainkan peranan yang sangat sentral bagi pembangkitan hasrat dalam ponografi. Seperti kita tahu, segala sesuatu yang berbau pornografi selalu menarik perhatian. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila kebanyakan iklan menampilkan perempuan. Gampangnya, sosok perempuan bisa disukai permpuan tapi terutama disukai laki-laki, sementara itu sosok laki-laki terutama hanya disukai oleh perempuan. Jadi pilihan sosok perempuan sangatlah tepat jika bertujuan menjaring penonton iklan.

Jacques Lacan, salah seorang tokoh psikonalisa modern yang paling terkemuka, membedakan empat jenis hasrat, yang semuanya dapat direpresentasikan lewat berbagai media, termasuk iklan, yaitu: hasrat menjadi obyek cinta (passive narcissistic desire), hasrat menjadi atau identifikasi (active narcissistic desire), hasrat memiliki untuk kepuasan (active anaclictic desire), dan hasrat untuk dimiliki (passive anaclictic desire). Melalui iklan semua hasrat-hasrat tadi bisa diimajikan. Iklan yang menawarkan perubahan memuaskan hasrat menjadi. Iklan yang menawarkan kepuasan hidup memuaskan hasrat untuk meraih kepuasan hidup. Iklan yang menawarkan bintang-bintang cantik dan tampan serta yang memberikan sugesti bahwa produk akan membawa perubahan yang membuat orang lain lebih tertarik pada diri si pemakai akan memuaskan hasrat untuk memiliki dan dimiliki serta hasrat menjadi objek cinta.

Kesimpulan

Jelas kiranya bahwa psikoanalisis bermain dibalik berbagai iklan. Terbukti psikoanalisis sangat berperan dalam menentukan iklan dari suatu produk. Sudah tentu hal ini bisa disadari penuh oleh para pembuat iklan maupun tidak. Artinya pembuat iklan hanya melihat dari keberhasilan iklan-iklan saja, yang ternyata bersesuaian dengan pandangan psikoanalisa.