Keadilan Perspektif Psikologi

Judul : Keadilan Perspektif Psikologi
Penerbit : Unit Penerbitan Fakultas Psikologi UGM dan Pustaka Pelajar
Penulis : Faturrochman
Cetakan : 1, Oktober 2002
Tebal : (xiii + 158) halaman


Belakangan UGM sering menuai protes karena persoal an keadilan. Kebijakan menaikkan biayapendidikan dinilai sesuatu yang tidak memenuhi kaidah keadilan oleh banyak pihak terutama mahasiswa. Baik karena disamaratakannya bi aya antara yang mampu dan yang kurang mampu, juga yang terpenting kebijakan itu mempersempit atau bahkan menutup peluang bagi yang kurang mampu untuk memperoleh pendidikan yang baik. Ujian masuk UGM yang dikupas dalam edisi eksemplar kali inipun tidak terlepas dari persoalan keadilan. Apakah mekanismenya berkeadilan, apakah kolusi dan diskriminasi mungkin terjadi, dan apakah peserta dimungkinkan untuk menggugat bila merasa diperlakukan tidak adil, adalah pertanyaan-pertanyaan seputar masalah keadilan didalamnya.

Buku ini tidak membahas persoalan ketidakadilan di tubuh UGM, tidak juga membahas kemungkinan terjadinya ketidakadilan dalam ujian masuk. Namun buku ini membahas persoalan keadilan yang bisa digunakan untuk menganalisis ketidakadilan di UGM, bahkan untuk segala aspek kehidupan.

Apa-apa sajakah situasi berkeadilan, apa-apa saja yang membuat seseorang menilai sesuatu itu adil, bagaimana proses penilaian itu dan bagaimana mekanisme penciptaan dan kontrol terhadap keadilan adalah topik utama yang dibahas dalam buku ini.

Keadilan digambarkan sebagai situasi sosial ketika norma-norma tentang hak dan kelayakan dipenuhi. Situasi sosial berkeadilan ini bisa tercapai jika empat jenis keadilan yang ada berlaku, yaitu keadilan distributif, keadilan prosedur, keadilan interaksional, dan keadilan sistem. Dalam buku ini keadilan sistem tidak dikupas panjang lebar karena tidak termasuk dalam bidang kajian psikologi.

Keadilan prosedur terdiri dari tiga model. Pertama, model kepentingan pribadi, dimana prosedur yang adil memungkinkan pencapaian bagian yang adil pada akhirnya. Kedua, model nilai-nilai kelompok dimana keadilan pros edural dijabarkan sebagai kes esuaian antara nilai-nilai kelompok dengan prosedur kelompok dalam menentukan sesuatu. Ketiga, model orientasi sumber daya, yang menyatakan bahwa prosedur yang adil memungkinkan seseorang mendapatkan nilai guna atas modal yang dikeluarkan untuk memperoleh sumberdaya berdasar asas-asas nilai kelompok. Keadilan distributif meliputi segala bentuk distribusi antara anggota kelompok dan pertukaran antar pasangan, baik berupa ‘keadaan’ ataupun barangyang mempengaruhi kesejaht eraan seseorang. Sementara itu keadilan interaksional adalah keadaan dimana hubungan-hubungan sosial baik secara vertikal maupun horizontal berjalan dalam kedaan yang setimbang.

Setiap aksi protes, setiap demonstrasi, setiap tuntutan, dibaliknya ada pendorong yang sama: perasaan akan terjadinya ketidakadilan. Perasaan ketidakadilan muncul ketika orang menyadari bahwa persepsinya tentang keadilan tidak terwujud dalam kenyataan. Persepsi tentang keadilan ini bisa berbeda pada setiap orang. Apa yang menurut seseorang adil, mungkin tidak adil bagi yang lain. Ada yang menilai hasil yang adil paling penting. Ada juga yang menganggap prosedur yang adillah yang terpenting. Sementara yang lain meyakini bahwa hubungan yang adil yang paling utama.

Ada sekurangnya empat teori yang menjelaskan bagaimana penilaian keadilan terjadi. Pertama, teori perbandingan sosial, dimana orang membandingkan apa yang diperoleh atau dialami dengan apa yang diperoleh dan dialami orang lain. Kedua, teori atribusi, dimana seseorang menilai sebab-sebab dari keadaan
tertentu. Ketiga, teori referensi kognisi, yaitu penilaian keadilan didasarkan pada proses kognitif imaginatif atau membayangkan peristiwa atau keadaan yang mungkin dicapai. Keempat, teori heuristik penilaian keadilan, yakni orang menilai keadilan jika ada masalah dengan ketergantungan sosial.

Penilaian keadilan yang berbeda membawa impilikasi sikap dan tindakan berbeda dalam menanggapi fenomena ketidakadilan. Kenyataan ini tidak menguntungkan bagi gerakan-gerakan dalam menentang ketidakadilan. Tampaknya penyamaan persepsi tentang keadilan-ketidakadilan adalah langkah pertama yang penting sebelum memulai gerakan perl awanan.

Ditulis dalam bahasa akademis yang kuat, buku ini kurang akrab bagi pembaca awam. Tapi bagaimanapun, buku ini terasa manfaatnya karena langkanya buku-buku berbahasa Indonesia yang membahas persoalan keadilan. Ironis memang, mengingat justru persoalan-persoalan keadilanketidakadilan begitu besar di Indonesia.

Sesuai judulnya, buku ini hanya membahas keadilan dari perspektif psikologi. Jelas terasa kurang komprehensif untuk memahami keadilan. Tapi jika mengingat bahwa persoalan keadilan adalah persoalan manusia yang dalam segala perilakunya sangat dipengaruhi faktor psikologis, maka buku ini jelas terasa sangat penting. Bukankah Monas baru dikenali dengan baik jika bisa dilihat dari berbagai sisi? Buku ini menawarkan satu sisi terpenting dalam melihat fenomena keadilan.