Oleh Achmanto Mendatu
Pasangan suami istri tak luput dari masalah jika kehamilan sang istri tidak dikehendaki. Misalnya masalah ketidaksiapan, halmana bisa menimbulkan depresi ringan sampai berat pada ibu, yang bisa sangat berpengaruh pada janin, bahkan berakibat keguguran atau terlahir cacat. Apalagi jika Kehamilan tak diinginkan terjadi pada pasangan yang belum menikah, akibat yang terjadi bisa jauh lebih besar. Tidak saja karena akan mengalami konflik internal, semisal ketidaksiapan, tapi juga mesti menghadapi tekanan dari lingkungan sosial, semisal celaan.
Norma-norma ketimuran masih tetap menganggap kehamilan diluar nikah sebagai aib bagi keluarga ataupun masyarakat, apapun sebab dari kehamilan itu. Orang yang hamil diluar nikah dinilai sebagai keburukan, yang kalaupun terjadi harus di sembunyikan. Masyarakat patriarkal sekarang ini, cenderung mempersalahkan wanita dalam kehamilan diluar nikah. Padahal wanita yang hamil bisa saja merupakan korban perkosaan atau korban keadaan (dipaksa lewat bujukan untuk melakukan hubungan seksual oleh pacarnya, atau temannya, atau keluarganya).
Kehamilan usia dini, selain berakibat kurang baik bagi tubuh, juga berakibat hilangnya kesempatan untuk mendapat pendidikan formal. Padahal, pendidikan formal yang baik merupakan salah satu syarat (meskipun tidak harus) agar dapat bersaing di masa depan. Menurut saya, alangkah baiknya jika sekolah-sekolah tetap mau menerima siswa yang hamil, atau minimalnya memberikan cuti, bukannya mengeluarkan. Alangkah malangnya siswa yang hamil/menghamili, yang telah mengalami berbagai masalah yang berat, harus diperberat masalahnya dengan 'ditutup' masa depannya melalui pengeluaran siswa oleh pihak sekolah.
Begitu besarnya kasus kehamilan di luar nikah dikalangan remaja, yang tidak saja merugikan remaja itu sendiri tapi juga masyarakat karena kehilangan remaja-remja potensialnya, tidak bisa tidak akan membawa kepada pertanyaan: bagaimana mencegahnya?
Upaya pencegahan tentulah didasarkan atas sebab-sebab yang melatarbelakangi. Sebab kehamilan diluar nikah pada remaja dikategorikan dalam dua dimensi, yakni dimensi pasif (wanita hamil sebagai korban perkosaan dan pemaksaan sejenis), dan dimensi aktif (wanita memang berkeinginan melakukan hubungan seksual).
Kedua dimensi dimuka, dipicu oleh sebab-sebab yang luas. Beberapa diantaranya adalah maraknya pornografi di tengah masyarakat, kemudahan memperoleh akses ke sumber-sumber pemuasan seksual, kebebasan dalam pergaulan, dan pergeseran nilai-nilai moral. Sebab-sebab itu tidak akan melahirkan hubungan seksual pranikah bila remaja memiliki kendali internal (Internal Locus of Control) yang kuat. Lemahnya kendali internal disebabkan kegagalan pendidikan seks baik dalam keluarga, sekolah atau masyarakat. Akibat dari lemahnya kendali internal, remaja mudah terpengaruh oleh hal-hal yang berasal dari luar dirinya seperti provokasi media, dan pengaruh teman-teman peernya. Fokus pada penguatan kendali internal remaja, adalah pencegahan yang paling mungkin berhasil, apalagi jika yang dilakukan dalam skala kecil. Misalnya dengan pemberian informasi yang benar, sebab salah satu indikator kuatnya kendali internal adalah adanya informasi benar yang diyakini. Akan tetapi upaya pencegahan dengan penguatan kendali internal pada remaja kurang bisa berjalan efektif bila lingkungan sekitar tidak mendukung. Karenanya, mestinya pencegahan dilakukan secara bersama-sama antara keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah
Pasangan suami istri tak luput dari masalah jika kehamilan sang istri tidak dikehendaki. Misalnya masalah ketidaksiapan, halmana bisa menimbulkan depresi ringan sampai berat pada ibu, yang bisa sangat berpengaruh pada janin, bahkan berakibat keguguran atau terlahir cacat. Apalagi jika Kehamilan tak diinginkan terjadi pada pasangan yang belum menikah, akibat yang terjadi bisa jauh lebih besar. Tidak saja karena akan mengalami konflik internal, semisal ketidaksiapan, tapi juga mesti menghadapi tekanan dari lingkungan sosial, semisal celaan.
Norma-norma ketimuran masih tetap menganggap kehamilan diluar nikah sebagai aib bagi keluarga ataupun masyarakat, apapun sebab dari kehamilan itu. Orang yang hamil diluar nikah dinilai sebagai keburukan, yang kalaupun terjadi harus di sembunyikan. Masyarakat patriarkal sekarang ini, cenderung mempersalahkan wanita dalam kehamilan diluar nikah. Padahal wanita yang hamil bisa saja merupakan korban perkosaan atau korban keadaan (dipaksa lewat bujukan untuk melakukan hubungan seksual oleh pacarnya, atau temannya, atau keluarganya).
Kehamilan usia dini, selain berakibat kurang baik bagi tubuh, juga berakibat hilangnya kesempatan untuk mendapat pendidikan formal. Padahal, pendidikan formal yang baik merupakan salah satu syarat (meskipun tidak harus) agar dapat bersaing di masa depan. Menurut saya, alangkah baiknya jika sekolah-sekolah tetap mau menerima siswa yang hamil, atau minimalnya memberikan cuti, bukannya mengeluarkan. Alangkah malangnya siswa yang hamil/menghamili, yang telah mengalami berbagai masalah yang berat, harus diperberat masalahnya dengan 'ditutup' masa depannya melalui pengeluaran siswa oleh pihak sekolah.
Begitu besarnya kasus kehamilan di luar nikah dikalangan remaja, yang tidak saja merugikan remaja itu sendiri tapi juga masyarakat karena kehilangan remaja-remja potensialnya, tidak bisa tidak akan membawa kepada pertanyaan: bagaimana mencegahnya?
Upaya pencegahan tentulah didasarkan atas sebab-sebab yang melatarbelakangi. Sebab kehamilan diluar nikah pada remaja dikategorikan dalam dua dimensi, yakni dimensi pasif (wanita hamil sebagai korban perkosaan dan pemaksaan sejenis), dan dimensi aktif (wanita memang berkeinginan melakukan hubungan seksual).
Kedua dimensi dimuka, dipicu oleh sebab-sebab yang luas. Beberapa diantaranya adalah maraknya pornografi di tengah masyarakat, kemudahan memperoleh akses ke sumber-sumber pemuasan seksual, kebebasan dalam pergaulan, dan pergeseran nilai-nilai moral. Sebab-sebab itu tidak akan melahirkan hubungan seksual pranikah bila remaja memiliki kendali internal (Internal Locus of Control) yang kuat. Lemahnya kendali internal disebabkan kegagalan pendidikan seks baik dalam keluarga, sekolah atau masyarakat. Akibat dari lemahnya kendali internal, remaja mudah terpengaruh oleh hal-hal yang berasal dari luar dirinya seperti provokasi media, dan pengaruh teman-teman peernya. Fokus pada penguatan kendali internal remaja, adalah pencegahan yang paling mungkin berhasil, apalagi jika yang dilakukan dalam skala kecil. Misalnya dengan pemberian informasi yang benar, sebab salah satu indikator kuatnya kendali internal adalah adanya informasi benar yang diyakini. Akan tetapi upaya pencegahan dengan penguatan kendali internal pada remaja kurang bisa berjalan efektif bila lingkungan sekitar tidak mendukung. Karenanya, mestinya pencegahan dilakukan secara bersama-sama antara keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah