Seorang wartawan ditugaskan ke Yerusalem untuk meliput berita hangat disana. Dia menempati Apartemen Merkava yang berseberangan dengan Tembok Ratapan, tempat orang-orang Yahudi berdoa kepada Tuhan. Setelah beberapa minggu, dia baru menyadari bahwa setiap kali dia melihat tembok itu, dia selalu melihat seorang kakek Yahudi yang berdoa disana. Insting kewartawanannya bekerja. Dia melihat kemungkinan ada bahan berita yang bisa didapatkannya disana. Lalu dia turun dari apartemennya dan mendatangi kakek itu. Dia bertanya, "Kek, kamu selalu mendatangi Tembok Ratapan setiap hari. Lalu, apa yang kamu doakan setiap hari?"
Kakek Yahudi itu menjawab, "Tiap hari, selama 25 tahun ini saya berdoa agar tercipta perdamaian dunia. Agar orang Yahudi, kristen dan Islam tidak lagi bermusuhan. Tanah ini menjadi tanah yang damai. Setelah itu, saya kembali ke rumah untuk minum teh. Kemudian saya datang kembali ke Tembok Ratapan dan berdoa bagi mereka yang sakit."
Kakek Yahudi itu menjawab, "Tiap hari, selama 25 tahun ini saya berdoa agar tercipta perdamaian dunia. Agar orang Yahudi, kristen dan Islam tidak lagi bermusuhan. Tanah ini menjadi tanah yang damai. Setelah itu, saya kembali ke rumah untuk minum teh. Kemudian saya datang kembali ke Tembok Ratapan dan berdoa bagi mereka yang sakit."
Wartawan itu dengan kagum bertanya, “Luar biasa. Jadi, setiap hari kakek datang ke Tembok Ratapan dan mendoakan hal-hal luar biasa itu. Lalu apa yang kakek rasakan?”
“Perasaan saya? Yah, seperti bicara sama tembok 'aja, gitu!”