Apakah sikap itu?

Oleh Achmanto Mendatu

Anda pasti sering mendengar kata sikap, atau bahkan telah kerap menggunakannya dalam percakapan keseharian. Mungkin Anda sudah biasa ditanya sikap Anda terhadap sesuatu. Misalnya bagaimana sikap anda dengan kekerasan di IPDN? Apa sikap Anda dengan pelacuran? Apa sikap Anda dengan korupsi pejabat pemda? Bagaimana sikap Anda tentang masalah perceraian? Anda mungkin akan menjawabnya dengan pendapat berbeda untuk masing-masing kasus.

Saat ini Anda mungkin menjadi pendukung calon presiden tertentu, simpatisan partai tertentu, fans tokoh tertentu, anggota klub penggemar tanaman hias, pecinta kucing, pecinta anjing, pecinta lingkungan, pecinta demokrasi, atau yang lain. Anda bisa menjadi hal-hal tersebut karena adanya sikap yang Anda miliki.

Apa sebenarnya sikap? Sikap bisa kita artikan sebagai kecenderungan reaksi penilaian terhadap segala sesuatu di dunia ini. Bisa saja sesuatu itu orang lain, peristiwa atau masalah, ide-ide maupun suatu keadaan fisik. Di dalam sikap terkandung aspek afeksi (emosi atau perasaan), aspek kognisi (keyakinan), dan aspek perilaku (perilaku dalam bentuk nyata ataupun kecenderungan berperilaku).

Sebagai ilustrasi, ambil contoh sikap tentang minuman keras. Mula-mula Anda harus memiliki keyakinan tertentu tentang minuman keras, misalnya minuman keras itu enak, merusak tubuh, mahal, teman saat stress, kadar alkohol tinggi bisa memabukkan, diharamkan agama, atau lainnya (aspek kognisi). Lalu anda bisa memiliki perasaan positif atau negatif terhadap minuman keras. Anda bisa menyukai minuman keras atau tidak suka (aspek afektif). Kemudian, Anda juga memiliki kecenderungan perilaku tertentu terhadap minuman keras. Jika Anda menyukainya maka anda meminumnya, mengatakan bahwa minum minuman keras itu baik, bersedia mengeluarkan uang untuk membelinya, atau yang lain. Jika anda tidak menyukainya maka anda tidak meminumnya, ikut operasi minuman keras, melarang teman Anda meminumnya, mengeluarkan artikel tentang bahaya minuman keras, tidak mau mengeluarkan uang untuk membelinya dan sebagainya (aspek perilaku).

Jadi, belum sikap namanya jika Anda hanya memiliki pendapat terhadap sesuatu (misalnya miras itu haram). Namun jika Anda memiliki perasaan tertentu terhadap miras (misalnya tidak suka), dan bertindak tertentu terhadap miras (misalnya tidak mau meminumnya), barulah pendapat itu merupakan sikap.

Bagaimana sikap anda terbentuk?

Bagaimana Anda bisa memiliki sikap tertentu terhadap suatu hal? Bagaimana anda menjadi pendukung partai, fans klub sepakbola Persebaya, fans klub AC Milan, fans artis, pecinta binatang, penggemar tanaman hias, atau semacamnya? Anda memperolehnya karena anda belajar untuk memilikinya.

Ada banyak jalur yang membuat Anda bisa memiliki sikap tertentu. Bisa karena pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, pengaruh media massa, pengaruh lembaga pendidikan/ lembaga agama, dan pengaruh emosional. Adapun proses pembentukan sikap adalah melalui pembelajaran. Anda belajar untuk memiliki sikap tertentu. Bagaimana caranya? Secara garis besar, orang belajar melalui pengkondisian klasik, pengkondisian instrumental, pemodelan dan pengalaman langsung.

Pengkondisian klasik (classical conditioning). Inilah belajar berdasarkan asosiasi. Jika sesuatu (stimulus) muncul maka anda berharap adanya sesuatu yang lain (stimulus kedua) mengikutinya. Artinya, sesuatu diasosiasikan dengan yang lain. Misalnya Anda mula-mula bersikap netral terhadap anjing. Anda tidak menyukainya, juga tidak membencinya. Namun kemudian Anda tahu bahwa penggemar anjing dikenal sebagai orang-orang yang memiliki kelas sosial tinggi. Maka kemudian anda jadi bersikap positif karena Anda juga memandang positif kelas sosial tinggi.

Sikap bisa muncul sejak kecil. Seorang anak pada awalnya bersikap netral terhadap semua orang. Mereka memiliki sikap negatif atau positif karena mempelajari sikap orang lain. Misalkan orangtuanya selalu menggerutu jika bertemu dengan rombongan suporter sepakbola. Ia sering mengatai-ngatai negatif suporter sepakbola. Nah, sang anak akan belajar untuk bersikap negatif juga terhadap suporter sepakbola, karena suporter sepakbola diasosiasikan dengan hal-hal negatif. Pendek kata, mengasosiasikan sesuatu dengan hal-hal negatif akan membentuk sikap negatif dan mengasosiasikan sesuatu dengan ha-hal positif akan membentuk sikap positif.

Pengkondisian instrumental (instrumental conditioning). Ini adalah prinsip dimana sikap tertentu muncul karena adanya imbalan atas perilaku yang diharapkan, dan adanya hukuman jika berperilaku tidak seperti yang diharapkan. Misalnya di dalam rumah, anda diharapkan untuk bertindak tanpa kekerasan dalam kondisi apapun. Maka, ketika anda melakukan kekerasan, anda akan dimarahi. Jika anda tidak melakukan kekerasan anda akan dipuji bahkan diberi hadiah. Nah, karenanya anda akan membentuk sikap positif terhadap nir kekerasan. Sebaliknya kekerasan akan disikapi negatif.

Pemodelan (modeling). Inilah belajar melalui peniruan atau observasi. Anda memiliki sikap tertentu karena mengamati dan meniru orang lain. Jika orang lain bersikap positif terhadap minuman keras (meminumnya sering-sering), anda juga bersikap positif (meminumnya juga). Boleh jadi Anda meniru dari yang anda ketahui secara langsung, maupun secara tidak langsung melalui media massa atau orang lain. Lagipula umumnya orang lebih banyak menerima pendapat, gagasan, dan sikap orang lain daripada menghindarinya.

Pengalaman. Anda menyukai bakso atau tidak dengan cara bagaimana? Sudah tentu dengan cara mencicipi bakso. Anda menyukai kuliah yang diberikan dosen tertentu dengan cara apa? Sudah pasti dengan cara mengikuti kuliahnya. Banyak sikap muncul dari pengalaman yang dialami secara langsung. Namun demikian, kadang orang hanya berasumsi belaka. Misalnya anda berasumsi bahwa jika anda pergi ke diskotik pasti akan tidak menyenangkan bagi anda. Oleh sebab itu Anda bersikap negatif terhadap diskotik. Padahal, jelas anda belum sekalipun masuk diskotik.

Apakah sikap selalu sejalan dengan perilaku?

Jika sikap Anda negatif apakab perilaku anda akan negatif juga? Misalnya jika anda menilai rokok membahayakan kesehatan, apakah anda akan berhenti merokok? Banyak orang memiliki sikap negatif terhadap rokok tapi tetap saja merokok. Artinya, sikap tidak selalu konsisten dengan perilaku.

Mengapa sikap tidak selalu konsisten dengan perilaku? Antara sikap dan perilaku ada faktor penghubung yakni niat. Jadi, meskipun memiliki sikap negatif terhadap rokok, tapi jika tidak berniat berhenti merokok, maka tetap saja seseorang akan terus merokok.

Niat sendiri dipengaruhi banyak hal, baik dari dalam diri sendiri ataupun karena faktor luar, misalnya tekanan sosial. Contohnya saja Anda bersikap positif terhadap kaum waria. Namun Anda diam saja tidak ikut mendukung kaum waria karena khawatir di cap pendosa oleh masyarakat.